Stunting adalah gangguan tumbuh kembang yang menyebabkan anak memiliki postur tubuh pendek, jauh dari rata-rata anak lain di usia sepantaran. Tanda-tanda stunting biasanya baru akan terlihat saat anak berusia dua tahun.
Stunting mulai terjadi ketika janin masih dalam kandungan disebabkan oleh asupan makanan ibu selama kehamilan yang kurang bergizi. Akibatnya, gizi yang didapat anak dalam kandungan tidak mencukupi. Kekurangan gizi akan menghambat pertumbuhan bayi dan bisa terus berlanjut setelah kelahiran.
Selain itu, stunting juga bisa terjadi akibat asupan gizi saat anak masih di bawah usia 2 tahun tidak tercukupi. Entah itu karena tidak diberikan ASI eksklusif atau MPASI (makanan pendamping ASI) yang diberikan kurang mengandung zat gizi yang berkualitas — termasuk zink, zat besi, serta protein.
Laporan Riset Kesehatan Dasar mencatat bahwa kasus stunting pada anak terus mengalami peningkatan dari tahun 2010 (35,6%) menjadi 37,2 persen pada tahun 2013. Tidak mengherankan jika Indonesia menempati peringkat kelima dunia untuk jumlah anak dengan kondisi stunting terbanyak. Stunting adalah kondisi darurat di Indonesia.
Efek stunting tidak bisa dikembalikan seperti semula jika sudah terjadi. Terlebih, kekurangan gizi pada anak usia dini meningkatkan angka kematian bayi dan anak. Maka, gangguan pertumbuhan ini harus segera ditangani dengan tepat.
Namun, selalu lebih baik untuk mencegah stunting daripada mengobatinya.
Salah satu faktor utama yang menyebabkan stunting adalah asupan gizi anak yang tidak memadai ketika anak masih berusia balita. Namun sebenarnya, mencegah stunting sudah bisa dilakukan sejak dini semenjak masa kehamilan. Kuncinya tentu dengan meningkatkan asupan gizi ibu hamil dengan makanan yang berkualitas baik. Zat besi dan asam folat adalah kombinasi nutrisi penting selama kehamilan yang dapat mencegah stunting pada anak ketika ia dilahirkan nanti.
Kekurangan zat besi selama kehamilan sangat umum terjadi. Diperkirakan setengah dari semua wanita hamil di seluruh dunia kekurangan zat besi.
Jika Anda tidak mendapatkan cukup zat besi dari makanan, tubuh Anda secara bertahap mengambilnya dari penyimpanan zat besi di tubuh Anda sehingga berisiko meningkatkan anemia. Menurut para ahli, anemia yang diakibatkan oleh kekurangan zat besi di dua trimester pertama dikaitkan dengan risiko dua kali lipat bayi lahir prematur dan tiga kali lipat risiko berat badan lahir rendah.
Daging merah, unggas, dan ikan adalah salah satu sumber zat besi terbaik untuk ibu hamil. Namun, hindari makan ati ayam/kambing/sapi karena kandungan tinggi Vitamin A-nya tidak aman selama kehamilan. Anda juga bisa mendapatkan zat besi dari kacang-kacangan, sayuran, dan biji-bijian.
Selain dari makanan, Anda juga harus mulai mengonsumsi suplemen zat besi dosis rendah (30 mg per hari) sejak konsultasi kehamilan pertama Anda. Dalam kebanyakan kasus, Anda akan mendapatkan asupan zat besi sesuai dengan kadar tersebut di dalam Vitamin prenatal Anda. Seterusnya, Anda membutuhkan setidaknya 27 miligram zat besi setiap hari selama kehamilan Anda.