(0362) 21648
ka.kbppbll@gmail.com
Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

REMAJA DAN KONTRASEPSI

Admin daldukkbpppa | 21 Februari 2015 | 2000 kali

Hampir dipastikan tidak banyak orang yang tahu kalau Kamis ini, 26 September adalah Hari Kontrasepsi Dunia (HKD). Peringatan yang dimulai sejak 2007 oleh masyarakat Uni Eropa, dilakukan di berbagai belahan dunia dengan sebutan World Contraceptive Day (WCD) mempunyai visi kepada dunia dimana setiap kehamilan adalah diinginkan. Melalui motto "masa depanmu, pilihanmu, kontrasepsimu" HKD 2013 mempunyai fokus untuk memberdayakan remaja/pemuda (youth) berpikir ke depan dan memasukkan kontrasepsi dalam perencanaan ke depan, dalam rangka menghindari kehamilan yang tidak direncanakan atau penyakit menular seksual (PMS).
 
Mengapa fokus pada pemuda (remaja)? Karena jumlah penduduk muda ini sangat besar. Pemuda/remaja yang didefinisikan PBB berumur 15-24 tahun ini jumlahnya sekitar 18 persen dari seluruh penduduk dunia atau sekitar 1,2 miliar remaja, 87 persen di antaranya tinggal di negara berkembang dan 62 persen remaja hidup di negara-negara Asia. Artinya, di negara berkembang remaja jumlahnya hampir separuh jumlah penduduk di negara tersebut. Remaja di negara Asia Pasifik dianggap tidak mempunyai pengetahuan yang cukup tentang kesehatan seksual dan kesehatan reproduksi serta hak-hak reproduksi. Hal inilah yang menyebabkan banyaknya kasus melanda remaja seperti perkosaan, diskriminasi dan pelecehan seksual, kekerasan dan eksploitasi, kehamilan yang tidak diinginkan (KTD), aborsi yang tidak aman serta infeksi penyakit menular termasuk HIV/AIDS.
 
 
 
 
Banyak hal yang nampaknya harus dibenahi kalau melihat potret pemakai kontrasepsi. Pertama, pola pembinaan paska pelayanan. Secara teoritis, setiap alat/obat kontrasepsi hampir 100 persen dikatakan efektif. Namun, perilaku pemakai dan terkadang pemberi pelayanan menyebabkan alat/obat kontrasepsi tersebut menjadi kurang efektif.
 
Kedua, sebanyak 40 persen pemakai menyatakan tidak berniat lagi memakai kontrasepsi karena alasan fertilitas, yaitu berhubungan dengan menopause, abstinen, merasa tidak subur dan pasangan menginginkan punya anak lagi. Harus ada identifikasi sasaran harus lebih terarah dan bermakna bagi penurunan fertilitas. Ketiga, masih cukup banyak pasangan usia subur yang tidak ber-KB karena berhubungan dengan alat kontrasepsi. Sekitar 23 persen mereka menyatakan karena alasan kesehatan, efek samping, kurang akses dan biaya mahal. Keempat, tingkat kebutuhan ber-KB yang tidak terlayani masih cukup tinggi atau disebut unmet need. Diperkirakan sekitar 11 persen wanita kawin usia reproduksi yang ingin ber-KB masih belum terlayani karena berbagai sebab.
 
Pada akhirnya sebagian besar kehamilan akan berakhir dengan aborsi yang sangat membahayakan jiwa si ibu kalau dilakukan secara tidak aman. Kita harus melindungi mereka.
 
Bagaimana dengan remaja? Pertanyaan ini selalu menggelitik. Perdebatan tentang remaja yang secara seksual mereka sudah aktif apakah membutuhkan pelayanan kontrasepsi.
 
Intinya, peringatan HKD mungkin belum bisa menjawab persoalan ini. Tujuan setiap kehamilan adalah yang diinginkan masih jauh dari harapan. Mari kita sumbangkan pikiran dan tenaga menangani masalah ini, baik untuk pasangan usia subur maupun bagi para remaja. Impian kita pasti sama, setiap kehamilan adalah anugerah. Setiap kehamilan adalah harapan. Selanjutnya terserah anda!
 
* Penulis adalah Deputi bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga BKKBN