erdagangan orang khususnya bagi kaum perempuan dan anak, bukan merupakan masalah yang baru di Indonesia serta bagi negara-negara lain di dunia. Telah banyak yang mengawali sejarah lahirnya konvensi-konvensi sebagai upaya dari berbagai Negara untuk menghilangkan penghapusan Perdagangan Orang dan Penyelundupan Manusia terutama perempuan dan anak secara lintas batas Negara untuk tujuan prostitusi. Sebagai perbandingan bahwa Perdagangan Orang dan Penyelundupan Manusia merupakan kejahatan dengan nilai keuntungan terbesar ke-3 (tiga) setelah kejahatan Penyelundupan Senjata dan Peredaran Narkoba.
Perdagangan orang (trafficking) menurut definisi dari pasal 3 Protokol PBB berarti perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan, atau penerimaan seseorang, dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk lain dari pemaksaan, penculikan, penipuan, kebohongan atau penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau memberi atau menerima pembayaran atau memperoleh keuntungan agar dapat memperoleh persetujuan dari seseorang yang berkuasa atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi. Eksploitasi termasuk paling tidak eksploitasi untuk melacurkan orang lain atau bentuk-bentuk lain dari eksploitasi seksual, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktek-praktek serupa perbudakan, penghambaan atau pengambilan organ tubuh.