(0362) 21648
ka.kbppbll@gmail.com
Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

Kompetensi PKB/PLKB Dalam Dinamika Program KB

Admin daldukkbpppa | 05 Oktober 2017 | 20974 kali

Kompetensi PKB/PLKB Dalam Dinamika Program KB

Pendahuluan

            Sejak tahun 1970, program Keluarga Berencana diambil alih oleh pemerintah dari sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang perencanaan keluarga. Organisasi tersebut dikenal dengan nama PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia). Sampai sekarang  masyarakat Indonesia mengenal PKBI sebagai pelopor KB di Indonesia. PKBI didirikan oleh dr Soeharto, dokter pribadi presiden Soekarno.Didirikan pada tahun 1957 bersama-sama para ahli kesehatan dan tokoh masyarakat pada waktu itu.Pendirian PKBI dilatarbelakangi oleh keprihatinan mereka terhadap tingginya angka kematian ibu dan anak di Indonesia akibat tidak terkontrolnya kehamilan dan kelahiran.Secara formal, lembaga pemerintah pengganti PKBI disebut Badan Keluarga Berencana Nasional disingkat BKKBN, yang disahkan dengan Instruksi Presiden No. 26 tahun 1968.Sedangkan petugas yang mengelola program KB ditingkat desa/kelurahan dinamakan Petugas Lapangan KB (PLKB).

 

Dinamika Program KB

            Agar tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai, sesuatu organisasi harus mempunyai visi dan misi lembaga.Di masa lalu, tepatnya selama empat dasawarsa, sejak berdirinya BKKBN tahun 1970, visi yang telah melembaga dan membudaya adalah Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS).Melalui visi tersebut, semua komponen KB dari Pusat, Daerah hingga PLKB bekerja giat untuk melaksanakan tugas membangun bangsa melalui perencanaan keluarga. Terlebih dukungan komitmen pejabat publik/politik, dari Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota sampai kepala desa/ lurah saat itu sangat kuat sehingga memudahkan pelaksanaan program KB di lapangan, tugas PLKB juga mendapat dukungan dari berbagai element masyarakat, tokoh adat, tokoh dinas, dan tokoh masyarakat lainnya.Akumulasi sukses tersebut, di Bali disebut dengan KB Sistem Banjar.Hasilnya ternyata tidak sia-sia.kontribusi BKKBN terhadap pembangunan cukup signifikan, berupa penurunan LPP dari 2,32 persen pada tahun 1970 menjadi 1,3 persen pada tahun 2010. Demikian pula fertilitas telah mampu diturunkan dari 5,6 per wanita pada tahun 1970 menjadi 2,34 per wanita. Sehingga program KB selama 40 tahun telah mampu mencegah terjadinya pertambahan penduduk sekitar 100 juta jiwa. Suatu capaian yang membanggakan, walaupun faktanya saat ini penduduk tetap bertambah sekitar 3,2 – 3,5 juta per tahun. Pemerintah, dalam hal ini BKKBN berupaya merespon perubahan tersebut dengan menyesuaikan visi misi lembaga.Tahun 2010, seiring dengan dimasukinya Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, BKKBN sebagai institusi yang selama ini mengemban tugas menyukseskan program KB di Indonesia telah merevitalisasi visi dan misinya. Visi BKKBN tahun 2010 adalah “Penduduk Tumbuh Seimbang 2015” dengan misi “Mewujudkan Pembangunan yang Berwawasan Kependudukan dan Mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera” menggantikan visi sebelumnya “Seluruh Keluarga Ikut KB” dan misi “Mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera”. Revitalisasi visi dan misi BKKBN ini setidaknya mempertimbangkan dua hal. Pertama, pasca disahkannya UU No 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, BKKBN tidak lagi diamanatkan sebagai lembaga yang menangani KB semata, tetapi juga menangani masalah kependudukan. Dengan demikian, menurut UU tersebut, BKKBN bukan lagi Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional tetapi menjadi Badan Kependudukan dan Keluarga BerencanaNasional yang mengemban dua tugas sekaligus. Kedua, Tahun 2010 adalah tahun pertama untuk menjabarkan dan melaksanakan berbagai rencana strategis, rencana aksi, dan program-program pemerintah yang telah tertuang dalam RPJMN dan telah pula dijabarkan dalam Rencana Strategis (Renstra) BKKBN Tahun 2010-2014. Di era ini BKKBN mendapat amanah untuk ikut mendukung keberhasilan program prioritas nasional, yaitu dengan memberikan dukungan terhadap penguatan suply berupa penyediaan sarana prasarana pelayanan KB bagi puluhan ribu klinik KB swasta dan pemerintah agar siap melayani KB. Disamping itu juga mendukung peningkatan kapasitas penyelenggara pelayanan KB melalui pelatihan medis teknis pelayanan KB dan KIE, konseling bagi dokter dan bidan agar dapat melayani KB sesuai standar operasional pelayanan yang telah ditetapkan.Adapun Sasaran strategis yang ingin dicapai adalah terkendalinya jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) yang ditandai dengan Total Fertility Rate (TFR) sebesar 2,1 dan Net Reproductive Rate (NRR) = 1. Kondisi tersebut merupakan pencerminan dari pertumbuhan penduduk seimbang, di mana LPP ada keseimbangan dan keserasian dengan pertumbuhan ekonomi, pembangunan sosial, budaya, daya dukung lingkungan dan sebagainya.

            Era pemerintahan Jokowi, visi BKKBN adalah “menjadi lembaga yang handal dan terpercaya dalam mewujudkan penduduk tumbuh seimbang dan keluarga berkualitas”. Adapun misinya adalah : Mengarus-utamakan pembangunan berwawasan kependudukan, menyelenggarakan Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi, memfasilitasi pembangunan keluarga, mengembangkan jejaring kemitraan dalam pengelolaan kependudukan, keluarga berencana dan pembangunan keluarga, membangun dan menerapkan budaya kerja organisasi secara konsisten. Visi misi tersebut dapat menjadi penyeimbang, penyelaras gegap gempitanya program pemerintah yang tertuang dalam sembilan agendanya yang lazim dikenal dengan istilah nawa cita. Sehingga BKKBN dapat berkontribusi membangun Indonesia dari pinggiran dengan program Kampung KB (implementasi cita ke-3), membangun kualitas penduduk dengan promosi dua anak cukup (implementasi cita ke-5), serta membangun karakter bangsa melalui revolusi mental (Cita ke-8). Dengan dinamika program KB (yang kemudian menjadi KKBPK) tersebut, diperlukan kesiapan petugas lini lapangan khususnya PKB/PLKB yang handal, cerdas, terampil dan berorientasi pada keluaran (out put) yang berkualitas.  Dengan kata lain PKB/PLKB memerlukan tidak hanya semangat tetapi juga kompetensi, sebagai dasar  standardisasi pelayanan KB dan sertifikasi PKB/PLKB (lampiran  Undang-Undang No. 23 Tahun 2014). Sertifikasi PKB/PLKB selain bertujuan untuk mengukur dan mengetahui kompetensi PKB/PLKB sebagai tenaga penggerak program KKBPK di lini lapangan, juga untuk memberikan informasi dalam program pendidikan dan pelatihan, terkait jenis pelatihan yang dibutuhkan PKB/PLKB terutama dalam pengembangan kurikulum pendidikan dan pelatihan. Untuk kedepannya hasil uji kompetensi PKB/PLKB juga dapat digunakan sebagai salah satu dasar dalam kenaikan jenjang jabatan fungsional. Oleh karena itu sertifikasi PKB/PLKB sangat penting untuk dilakukan, karena dapat berpengaruh pada kesuksesan program KKBPK di Indonesia.

 

Kompetensi PKB/PLKB

Sertifikasi tenaga PKB/PLKB menjadi tugas dan tanggung jawab BKKBN karena sesuai dengan SE Mendagri Nomor 120/253/SJ tanggal 16 Januari 2015 tentang Penyelenggaraan Urusan Pemerintah Daerah dan SE Mendagri Nomor 120/5935/SJ tanggal 16 Oktober 2015 tentang Percepatan Pelaksanaan Pengalihan Urusan berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, maka pada tahun 2016 seharusnya sudah terjadi pengalihan status kepegawaian PKB dari pegawai daerah (pemerintah kabupaten/kota) menjadi pegawai vertikal dalam hal ini BKKBN. Proses pengalihan status kepegawaian PKB ini sedang berjalan, mulai dari inventarisasi pegawai yang akan dilanjutkan dengan verifikasi oleh Badan Kepegawaian Negara untuk selanjutnya proses serah terima oleh Bupati/Walikota kepada BKKBN dengan disaksikan oleh pihak DPRD dan Kejaksaan Tinggi setempat. Sejalan dengan hal tersebut maka untuk menghadapi sertifikasi tenaga PKB/PLKB maka pada tanggal 17 s.d 21 Desember 2015 Direktotal Lini Lapangan BKKBN telah mengadakan Pelatihan Calon Assessor Kompetensi PKB/PLKB di Bandung Jawa Barat kepada 30 pegawai BKKBN yang berasal dari 18 Perwakilan BKKBN Provinsi.

Sebagai pengelola dan pelaksana program di lini lapangan PKB/PLKB dilengkapi dengan berbagai kemampuan, baik kemampuan leadership, manajerial maupun kemampuan teknis operasional,serta harus memiliki kompetensi dalam rangka menjawab persoalan KKBPK dimasa depan.Kompetensi adalah sinergitas pengetahuan, keterampilan, dan/atau sikap kerja dalam melaksanakan pekerjaan sesuai dengan prosedur dan standar kerja yang ditetapkan (Ghofur, 2015). Dengan kata lain, kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan dan sikap/perilaku/kualitas pribadi yang diperlukan oleh setiap karyawan agar dapat menyelesaikan pekerjaan secara optimal. Dengan demikian PKB/PLKB hendaknya mengkolaborasi pengetahuan (head), keterampilan (hand), serta sikap (heart). Dengan demikian kompetensi PKB/PLKB terdiri atas :hard competency dan soft competency. Hard competency lebih mudah untuk diamati dan dibentuk/dikembangkan, penting untuk berhasil tetapi belum cukup.Kalau soft competency, lebih sulit untuk diamati dan perlu waktu lama untuk dibentuk/dikembangkan, merupakan karakteristik mendasar yang penting untuk keberhasilan. Kompetensi PKB/PLKB yang perlu dikembangkan  sebagaimana tertuang dalam manajemen ASN (UU No.5 Tahun 2014 pasal 69 point a, b dan c tentang Aparatur Sipil Negara), terdiri atas : 1. Kompetensi Teknis, 2 Kompetensi Manajerial dan 3. Kompetensi Sosial Kultural.

            Kompetensi tekhnis diukur dari tingkat dan spesialisai pendidikan, pelatihan teknis fungsional, dan pengalaman bekerja secara teknis.Dan tujuan umum kompetensi teknis PKB/PLKB adalah mewujudkan penyuluhan dan pelayanan kependudukan, keluarga berencana dan pembangunan keluarga nasional yang profesional dan berkualitas dalam rangka mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera dalam kerangka negara kesatuan republik Indonesia. Unit kompetensi teknis PKB/PLKB antara lain :1. Melakukan pendataan keluarga. 2. Membuat peta keluarga 3. Melakukan pendataan IMP. 4. Melakukan pendataan pelayanan. 5. Melakukan fasilitasi dan koordinasi kemitraan kependudukan. 6. Menyusun Rencana Penyuluhan KB. 7. Menyiapkan Materi Penyuluhan KB. 8. Melaksanakan advokasi, KIE dan Penggerakan Program KKBPK. 9. Melaksanakan Konseling KB. 10. Melaksanakan Pembinaan Kader IMP. 11. Mengembangkan Media KIE KKBPK. 12. Melaksanakan Pembinaan Peserta KB. 13. Menyusun Rencana Pelayanan KB. 14. Melakukan Pendampingan Calon Akseptor KB. 15. Melakukan Pendampingan Komplikasi Peserta KB. 16. Melakukan Fasilitasi dan Koordinasi Kemitraan KB. 17. Menginisiasi dan Memfasilitasi Pembentukan Kelompok Bina-bina (BKB, BKR, BKL), PIK-R/M, dan UPPKS. 18. Melaksanakan pembinaan kelompok bina-bina (BKB, BKR, BKL), PIK-R/M dan UPPKS. 19. Melakukan fasilitasi dan koordinasi kemitraan pembangunan keluarga. 20. Melakukan Monitoring dan Evaluasi Program KKBPK. 21. Menyusun Laporan Kegiatan KKBPK.         

Kompetensi kedua adalah kompetensi manajerial. Manajerial berasal dari kata manajer yang diartikan sebagai seseorang yang memiliki tanggungjawab mengelola dalam suatu organisasi sehingga organisasi berhasil mencapai tujuan yang tel

ah ditentukan.Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pengelola didefinisikan sebagai orang yang mengelola, sedangkan mengelola berarti mengendalikan, menyelenggarakan, menjalankan dan mengurus.Ukurankompetensi manajerial adalah dari tingkat pendidikan, pelatihan struktural atau manajemen, pelatihan fungsional dan pengalaman kepemimpinan.Adapun yang termasuk dalam kemampuan manajerial adalah :1. Integritas. 2. Inovatif.  3. Perencanaan. 4. Berpikir Analisis. 5. Berpikir Konseptual. 6. Berorientasi pada Kualitas.        7. Berorientasi pada Pelayanan. 8. Komunikasi Lisan. 9. Komunikasi Tertulis. 10. Kerjasama.   11. Interaksi Sosial. 12. Membangun Hubungan Kerja. 13. Pencarian Informasi. 

Kompetensi Ketigaadalah kompetensi sosio kultural.Vygotsky dalam teori sosio-kultural menekankan bagaimana seseorang berkembang dalam lingkungan yang berubah.Dengan berfokus pada individu atau pun pada lingkungan tidak cukup untuk menjelaskan mengenai perkembangan seseorang.Untuk itu perkembangan sebaiknya dipelajari dari konteks sosial dan budaya.

Dalam menjalankan program KKBPK, PKB/PLKB harus memahami aspek sosio-kultural, antara lain seperti, latar belakang masyarakat, PUS, keluarga. Sehingga pada saat bersamaan perlu peningkatan pemahaman tentang wawasan kebangsaan serta wawasan keberagaman.Inilah kompetensi ketiga yang harus dimiliki PKB/PLKB yaitu kompetensi sosio kultural yang diukur dari pengalaman bekerja berkaitan dengan masyarakat majemuk dalam hal agama, suku dan budaya sehingga memiliki wawasan kebangsaan.Dengan demikian pelayanan KKBPK paripurna dapat diberikan oleh PKB/PLKB ketika mereka sudah menerapkan kompetensi teknis, kompetensi manajerial dan kompetensi sosio-kultural yang diintegrasikan dengan soft competency sebagai karakter dasar seorang PKB/PLKB.

Simpulan

  1. Perubahan visi misi BKKBN pada setiap periode, menjadi tanda bahwa budaya organisasi berjalan dinamis untuk merespon lingkungan strategis yang juga berubah. 2. Mata rantai penting dalam dinamika program KKBPK adalah PKB/PLKB. Mereka tidak hanya penyuluh KB, tetapi penyuluh KB, penyuluh Kependudukan dan penyuluh Pembangunan Keluarga.3. Mengingat beban penyuluhan dan pelayanan KKBPK cukup kompleks dan berorientasi pada kualitas, maka PKB/PLKB memerlukan kompetensi teknis, kompetensi manajerial serta kompetensi kebangsaan dan keberagaman agar dapat mengakselerasi berbagai program KKBPK dengan segenap pengetahuan (head), keterampilan (hand), dan sikap (heart).

 

Oleh : I Dewa Made Suka, SH., M.Pd.H

Widyaiswara Muda Perwakilan BKKBN Provinsi Bali Tahun 2017​